Selasa, 23/2/2010 | 18:13 WIB
KOMPAS.com – Perancang ternama dari kiblat fashion dunia, Paris, Yves Saint Laurent Fashion pernah mengatakan, “Fashion come and go, but style is forever”.
Sederhananya, fashion bisa saja terus berubah, apa pun model dan trennya. Namun soal gaya, akan menetap pada diri seseorang sesuai karakternya. Ketika seseorang merasa nyaman dengan gaya tertentu, yang menjadi ciri khasnya, itu adalah pilihannya.
Hal ini pula yang diyakini Melia Prawira, pemilik toko fashion Jabotabek Shopping & Friends. Dalam sebuah talkshow pembukaan pusat belanja dan fashion remaja, Melia mengatakan tidak ada tren fashion tertentu, menjawab pertanyaan apakah tren fashion tahun ini untuk anak muda.
Menurut perempuan yang berkecimpung di dunia fashion selama 9 tahun ini, kecenderungan anak muda saat ini adalah ekspresif dengan dirinya. Model fashion yang muncul di layar kaca dari kiblat mana pun tak lagi jadi acuan mutlak.
“Gaya busana anak muda sekarang lebih ekspresif dan senang mengombinasikan warna. Mereka cenderung melihat ke dirinya. Apa yang pantas dan tidak untuk dikenakan,” papar Melia.
Istilah korban mode sudah nyaris tak lagi ditemui sekarang ini. Fashion pada anak muda lebih berkarakter dan menunjukkan ciri khas personal, termasuk padupadan warna.
Sementara itu fashion stylist Karin Wijaya justru mengakui tren warna ini.
Menurutnya, trashing warna pada gaya busana anak muda yang menjadi tren terkini.
“Warna cerah yang optimis merepresentasikan semangat optimisme anak muda,” kata Karin dalam launching produksportswear beberapa waktu lalu.
Meski begitu, fashion etnik menjadi tren yang cenderung menonjol pada tahun ini seperti diakui oleh Melia. Batik, menjadi produk lokal yang fashionable dan digemari anak muda. Menurut Melia, batik sebagai fashion muncul sejak budaya lokal mulai diklaim negara tetangga. Jadi, tren etnik batik muncul sebagai bentuk kecintaan karakter khas negeri.
Variasi model dan desain batik pun semakin banyak yang berkarakter khas anak muda. Padupadan batik juga lebih berani. Misalkan, kata Melia, batik tak hanya berpasangan dengan high heels, tapi juga bisa dengan sepatu kets. Aksesori etnik juga pantas dipadukan dengan motif batik yang cenderung kaya warna. Pilihan warna juga tak harus seragam. Jadi, berani mengkolaborasikan ragam model dan desain serta warna, itulah tren fashion saat ini.
Syaratnya, menurut Melia, nilai kepantasan berbusana lebih menjadi ukuran daripada apa mereknya atau keluaran mana. Simak triknya:
1. Warna kulit
Orang Indonesia cenderung memiliki warna kulit kecoklatan. Triknya, jangan gunakan warna krem karena kulit akan terlihat kumal. Coklat gelap lebih cocok karena akan lebih menonjolkan warna kulit.
2. Bentuk badan
Persoalan kepercayaan diri kaitannya dengan bentuk badan bisa terlihat dari busana yang dikenakannya. Jika ada orang berbadan besar, dan cukup nyaman serta percaya diri dengan pakaian sedikit terbuka, sah saja. Namun perlu juga diperhatikan apakah bentuk badan Anda cocok untuk busana tertentu. Tidak semua busana bisa pas di badan atau enak dilihat. Perlu konsultasi dengan pakar fashion atau sering membaca referensi fashion untuk mengenali gaya busana sesuai bentuk badan.
3. Karakter
Bagaimana karakter dan pembawaan dalam diri juga bisa menjadi ukuran kepantasan. Jika Anda merasa nyaman dengan tampil sporty, tren batik masih bisa diikuti. Padankan saja dengan sepatu kets dan cardigan. Masih ada sentuhan feminin dan maskulin bukan? Atau gunakan jaket sporty dengan dalaman kemeja lengan panjang dan bawahan celana jins misalnya. Sporty dan rapi menjadi gaya busana yang tak menipu karakter Anda bukan?
C1-10
Editor: din
Sumber: http://female.kompas.com
Anda membutuhkan pakaian seragam untuk kantor atau instansi Anda?
Segera Hubungi Adjie Sutardi Telp. / WA 0813-21220274.
SeragamOnline.com melayani pembuatan pakaian seragam, blazer, PDH, PDL, dll.
0 Comments